Lampung Utara – Seorang bocah penderita Tendon (otot pendek) sejak setahun lebih tak mampu berjalan akibat penyakit kelainan yang ia derita. Jangankan tuk berjalan menggerakan bagian tubuhnya pun dia kesulitan dan harus dibantu oleh orang tuanya.
Bocah malang ini Maylan Fathir (11) adalah Putra tunggal dari pasangan Sradiyanto (35) dan Maya Sari (43) warga Dusun Trimodadi RT 03 RW 02 Desa Kemaloabung Kecamatan Abung Selatan kabupaten setempat.
Diceritakan ibu Maylan anaknya sudah lebih dari setahun ini tak mampu berjalan meski pada awalnya Maylan sama seperti kebanyakan anak-anak lainnya yang ceria bermain kesana kemari. Gejala kelainan yang diderita buah hati satu-satunya dari penambahan berat badan yang kian signifikan dalam waktu yang relatif singkat.
Dari situlah Maylan tidak kuat menopang berat badannya sehingga ia terpaksa berjalan dengan cara berjinjit bahkan lama kelamaan hanya mampu merangkak. Melihat kondisi anaknya seperti itu, Maya Sari bersama suaminya Sardiyanto mengobati anaknya ke dokter anak namun hasilnya nihil. Merasa tidak puas Maylan pun dibawa ke dokter spesialis syaraf yang akhirnya mengharuskan Maylan untuk dirujuk ke rumah sakit Abdoel Moeloek Bandarlampung.
Dokter syaraf mendianogsis Maylan menderita lemah otot dan harus menjalani terapi. Akan tetapi tidak ada perubahan. Karena itu Maylan harus dirujuk ke rumah sakit Imanuel ke dokter spesialis ortopedi. Saat itulah Maylan divonis mengalami kelainan otot yakni otot pendek (Tendon) dan harus operasi guna memasangkan gif.
“Disana anak saya dirawat selama tiga minggu. Waktu itu di bulan November 2018. Habis dari situ kami pulang ke Kotabumi dan melakukan terapi di rumah sakit Ryacudu Kotabumi. Kata dokter anak kami harus memakai sepatu khusus agar bisa berjalan untuk mendapatkan jenis dan ukuran sepatu tersebut maka harus ke rumah sakit Urip Bandarlampung. Ya terpaksa dirujuk lagi dan melakukan terapi di Urip selama tiga bulan,” jelas Sari dikediamannya. Minggu (4/8/19)
Untuk membeli sepatu khusus yang harus dipakai oleh anaknya harganya sangatlah mahal dan tak terjangkau bagi pasangan yang berprofesi sebagai buruh tani ini.
“Harga sepatunya mahal pak tujuh juta. Kami kesulitan untuk membelinya. Sekarang kami rutin melakukan terapi di rumah sakit Ryacudu Kotabumi. Kami tak patah semangat meski harus bolak-balik Kotabumi- Bandarlampung dengan menggunakan sepeda motor berboncengan bertiga untuk berobat. Kami sangat berharap Maylan bisa sembuh kembali,” harap Sari sembari meneteskan air mata.
Saat ditanya apakah bantuan dari berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah setempat. Sari menyatakan bahwa selama ini tak pernah sama sekali mendapatkan bantuan pemerintah untuk membiayai pengobatan anaknya. Menurut dia, dirinya bersama sang suami telah meminta melalui Pemerintah Desa ke Dinas Sosial namun hasilnya nihil dan mereka hanya diminta untuk bersabar.
“Belum pernah mendapat bantuan pemerinth. Kami sudah usaha ke Desa hingga dinas sosial tapi hasilnya nihil hingga saat ini. Kami sangat berharap pemerintah bisa membantu pengobatan anak saya,” harapnya.(Bib/Yn)